Artikel



KURANGNYA SIKAP INOVASI GURU DALAM PEMBELAJARAN YANG MENYEBABKAN RENDAHNYA MINAT BELAJAR SISWA YANG BERIMBAS TERHADAP PERILAKU SISWA MEMBOLOS” 


A.    FENOMENA SISWA MEMBOLOS
Perilaku membolos di kalangan pelajar kiranya bukan hal yang baru bagi setiap siswa di sekolah. Tidak hanya terjadi pada siswa putera, siswa puteri pun juga kerap melakukan kegiatan ini. Ada yang melakukannya secara pribadi, tetapi cukup banyak juga yang melakukannya secara berkelompok. Tidak hanya di kota-kota besar saja siswa yang terlihat sering membolos, bahkan di daerah-daerah pun prilaku membolos sudah menjadi kegemaran.
Dari beberapa survei,  jumlah siswa yang membolos pada jam efektif sekolah hanya sedikit dibandingkan dari jumlah siswa yang tidak membolos, terlepas sekecil apapun dari jumlah tersebut harus menjadi perhatian bagi institusi yang bernama sekolah, karena apabila disikapi dengan cuek bebek, tidak tertutup kemungkinan yang kecil akan menjadi besar dan menjelma menjadi bola salju liar yang akan terus menggelinding hingga jumlah siswa yang membolos sekolah akan terus meningkat.
Perilaku membolos sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi bagi banyak pelajar. Setidaknya bagi mereka yang pernah mengenyam pendidikan. Hal ini disebabkan kerena perilaku membolos itu sendiri telah ada sejak dulu. Tindakan membolos dikedepankan sebagai sebuah jawaban atas kejenuhan yang sering dialami oleh banyak siswa terhadap kurikulum sekolah. Buntutnya memang akan menjadi fenomena yang jelas - jelas akan mencoreng lembaga persekolahan itu sendiri.
Faktor eksternal yang kadang kala menjadikan alasan membolos adalah mata pelajaran yang yang tidak diminati. Siswa membolos karena tidak mau mengikuti mata pelajaran tertentu yang tidak disukainya, atau karena tidak suka pada salah satu guru. Bagi siswa yang kebanyakan remaja dan penuh dengan jiwa yang mementingkan kebebasan dalam berfikir dan berkatifitas itu sangat mengganggu sekali. Sebab masa remaja adalah masa yang penuh gelora dan semangat kreatifitas. Menurut pandangan psikologis usia 15-21 tahun adalah usia pencarian jati diri. Dan tentu saja sistem pendidikan yang ketat tanpa diimbangi dengan pola pengajaran yang ' menyejukkan ' membuat anak tidak lagi betah di sekolah. Mereka yang tidak tahan itulah yang kemudian mencari pelarian dengan membolos, walaupun secara tak langsung itu juga sebenarnya bukan jawaban yang baik. Terbukti, siswa yang suka membolos seringkali terlibat dengan hal-hal yang cenderung merugikan.
Dari berbagai kondisi dan potensi yang ada, upaya yang dapat dilakukan berkenaan dengan peningkatan kualitas pendidikan adalah dengan mengembangkan teknologi pembelajaran yang berorientasi pada interest peserta didik dam memfasilitasi kebutuhan akan pengembangan kognitif, efektif dan psikomotornya.


B.     SIKAP INOVASI GURU
Salah satu permasalahan pendidikan yang menjadi prioritas untuk segera dicari pemecahannya adalah masalah kualitas pendidikan, khususnya kualitas pembelajaran. Masih banyak guru yang menerapkan metode mengajar yang masih konvensional sehingga pembelajaran sangat membosankan bagi peserta didik. Akibatnya peserta didik tidak tertarik dan merasa jenuh dengan pembelajaran di kelas. Tidak sedikit siswa yang merasa kegiatan diluar itu lebih menyenangkan dari pada di dalam kelas, maka tidak dapat dipungkiri banyak siswa yang memilih untuk bolos sekolah.
Belajar bukanlah proses untuk menjadikan siswa sebagai ahli pada mata pelajaran tertentu. Siswa lebih membutuhkan pengalaman dalam belajar, bukan pengetahuan. Karena itu, kompetensi guru menjadi syarat utama tercapainya kualitas belajar yang baik. Guru yang kompeten akan meniadakan problematika belajar akibat kurikulum. Kompotensi guru harus berpijak pada kemampuan guru dalam mengajarkan materi pelajaran secara menarik, inovatif, dan kreatif yang mampu membangkitkan kegairahan siswa dalam belajar.
Guru yang kompeten adalah guru yang dapat mengubah kurikulum pembelajaran menjadi unit pelajaran yang mampu menembus ruang-ruang kelas. Kelas sebagai ruang sentral interaksi guru dan siswa harus dibuat bergairah. Kurikulum tidak semestinya mengungkung kreativitas guru dalam mengajar. Kurikulum, yang katanya sudah memadai harus benar-benar dapat diwujudkan dalam praktik kegiatan belajar-mengajar yang optimal, tidak hanya menjadi simbol dalam memenuhi target pembelajaran.
Kesan pembelajaran di sekolah saat ini hanya mengarah pada penguasaan materi pelajaran harus dapat diubah menjadi kompetensi siswa. Guru sebaiknya menjadi sosok yang tidak dominan di dalam kelas. Cara mengajar guru yang sekadar duduk di depan kelas atau bertumpu pada ceramah menjadi bukti kurangnya kompetensi guru. Penciptaan suasana belajar yang dinamis, produktif, dan profesional harus menjadi spirit bagi para guru. Guru tidak perlu text book terhadap kurikulum agar alokasi pembelajaran yang diarahkan tercapai. Guru tidak boleh nyaman dengan cara belajar yang satu arah. Guru tidak lagi dapat bertahan pada otoritas belajar yang berlebihan. Bahkan guru harus mampu membuka ruang siswa menjadi aktif belajar dan banyak bertanya di kelas. Apalagi saat ini, ada kesan guru makin tidak berkembang, hanya datang, mengajar, pulang dan lebih sibuk dengan urusan profesi keguruannya.
Di sisi lain, sikap guru dalam mengajar juga patut mendapat perhatian. Banyak sikap guru yang tidak bangga terhadap mata pelajaran yang diajarnya. Saat ini banyak guru yang mengajar tidak dengan hati. Guru dianggap hanya profesi. Siswa makin acuh dalam belajar karena siakp guru yang tidak antusias dalam mengajar. Apalagi penguasaan materi ajar yang minim. Guru harus mereformasi sikapnya sendiri dalam mengajar. Beberapa sikap guru yang penting dalam konteks belajar di masa sekarang adalah: a) orientasi belajar yang lebih praktis, b) bertumpu pada siswa dalam memperoleh pengalaman, c) kreasi guru dalam mengajar harus lebih luas, d) penyederhanaan materi pelajaran, dan e) metode belajar yang menarik dan menyenangkan.


C.   The Spirit of Goodnes (Hi Touch & Hi Tech) dalam Pendidikan
1) Hi Touch Dalam Pembelajaran
Fenomena bolos saat jam belajar mengajar adalah suatu hal yang sudah menjadi kebiasaan buruk bagi sebagian pelajar di Indonesia umumnya. Salah satu faktornya yaitu rendahnya minat belajar siswa di dalam kelas dikarenakan metode mengajar guru yang kurang menyentuh diri siswa. Alasan mereka dapat saja dipahami dan diterima, namun yang tidak dapat diterima adalah cara mereka atau perilaku mereka yang salah dalam menyelesaikan suatu masalah. Oleh sebab itu, guru kiranya juga tidak semena-mena dalam menangani kasus seperti ini. Yang biasa terjadi adalah siswa dimarahi, dihukum atau bahkan dipukul. Penyelesaian dengan cara seperti ini kadangkala sulit diterima siswa, sehingga menimbulkan rasa benci dan dendam dalam diri siswa terhadap guru yang bersangkutan. Selain itu, cara yang demikian tentunya tidak bisa menyelesaikan masalah, justeru dapat menimbulkan masalah baru antara siswa dengan guru yang bersangkutan.
The Spirit of Goodness memberi makna bahwa setiap manusia yang terlahir di atas dunia ini sudah memiliki potensi-potensi yang melekat pada dirinya, potensi itu antara lain daya takwa kepada tuhan, daya pikir, daya rasa, daya karsa dan daya cipta. Atas dasar potensi ini lah yang akan digunakan oleh peserta didik untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam rangka menciptakan suasana belajar, agar peserta didik menjadi aktif untuk mengembangkan potensi maka seorang guru harus bisa melakukan hal-hal berikut ini:

1.    Menyentuh Pikirannya
Setiap kali guru menyampaikan suatu materi pelajaran, sangat berarti bagi guru ketika apa yang disampaikan diterima oleh pikiran peserta didik di dalam kelas itu. Karena Salah satu kecakapan yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan adalah keterampilan berpikir. Dengan menyentuh pikiran peserta didik diharapkan dapat mengembangkan sikap dan persepsi yang mendukung terciptanya kondisi kelas yang positif, dengan berpikir pula seorang peserta didik memperoleh dan mengintegrasikan pengetahuan, serta mampu mengaktualisasikan kebermaknaan pengetahuan.
2.    Menyentuh Perasaannya
Perasaan merupakan bagian dari emosi, suasana belajar akan terasa lebih nyaman ketika seorang guru mampu menyentuh perasaan siswa. Berbicara perasaan maka lebih dekat dengan masalah hati. Seorang siswa akan merasa diperhatikan ketika guru mengerti apa perasaan yang dialami oleh siswanya, sehingga ada kedekatan yang membuat guru dan siswa menjadi lebih akrab, dan merasa lebih terbuka terhadap suatu permasalahan yang dihadapi oleh siswa. Perasaan ini pula yang mengantarkan siswa mudah dan mau menerima apa yang disampaikan oleh gurunya. Dengan adanya kedekatan persaan siswa dan guru, maka perilaku membolos akan enggan dilakukan siswa sebagai bentuk sikap menghargai terhadap guru.
3.    Menyentuh Sikapnya
Sikap merupakan salah satu aspek psikologi individu yang sangat penting karena sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku sehingga akan banyak mewarnai perilaku seseorang. Sikap setiap orang berbeda atau bervariasi, baik kualitas maupun jenisnya sehingga perilaku individu menjadi bervariasi. Pentingnya aspek sikap dalam kehidupan individu, mendorong para guru untuk mengembangkan bagaimana cara menyentuh sikap seorang siswa. Sikap yang ingin dicapai melalui suasana pembelajaran adalah sikap yang dapat membawa siswa ke arah yang lebih baik, sehingga dapat diaplikasikan pada lingkungan tempat tinggalnya masing-masing.
4.    Menyentuh Perbuatannya
Hal terpenting lainya dalam mencapai suasana pembelajaran yang diharapkan adalah ketika seorang guru mampu menyentuh perbuatan-perbuatan yang akan dilakukan siswa. Perbuatan yang dilakukan siswa cenderung ke arah negatif karena dipengaruhi oleh pergulan dan lingkungan sekitar. Sekolah merupakan lembaga yang diharapkan dapat merubah perbuatan-perbuatan yang yang tidak baik menjadi ke arah yang baik. Perbuatan baik ini tidak mungkin muncul dengan tiba-tiba, ia butuh proses untuk mencipatakan peserta didik dengan perbuatan yang mulia. Dengan arahan yang terus dilakukan oleh guru dan memantau setiap perubahan perbuatan mudah-mudahan akan terbentuk peserta didik dengan perbuatan yang baik, sehingga perilaku membolos tidak akan terjadi.
5.    Menyentuh Tanggung Jawabnya
Setelah guru dapat menyentuh perbuatan yang dilakukan peserta didik, maka bagaimana perbuatan yang baik tadi dapat dilakukan dimana saja, artinya adalah bahwa perbuatan baik tersebut secara konsisten ia pertahankan walaupun sudah ia tidak berada dalam lingkungan sekolah, baik di rumah, di sekolah, di masyarakat dan di tempat lainnya perbuatan baik akan terus ada dalam diri seorang peserta didik. perbuatan baik yang dilakukan secara konsisten dan terus-menerus adalah bagian dari tugas guru dalam menyentuh tanggung jawab peserta didik, karena tugas ini merupakan salah satu tanggung jawab moral guru kepada peserta didiknya. Dengan memiliki tanggung jawab terhadap tugasnya sebagai peserta didik, kiranya siswa tidak akan melakukan perilaku membolos lagi.

2)    Hi Tech dalam Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Soerang guru harus terus update dengan perubahan, untuk mengimbangi lajunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga memudahkan bagi guru untuk menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik dengan menarik dan membuat siswa bergirah. Dengan mempelajari teknologi pendidikan, guru akan memilki pegangan yang lebih mantap dan pedoman yang lebih dapat dipercaya untuk memberi pengajaran yang efektif, menyenangkan serta bermakna. Jikalau pembelajaran tersebut sudah bermakna bagi siswa, fenomena membolos tidak akan terjadi. 
Untuk itu sudah selayaknyalah pada pendidik harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang humanis, yaitu kondisi pembelajaran yang menyenangkan dengan mengoptimalkan peran teknologi pembelajaran. Hal ini berarti bahwa pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses pembelajaran dirancang dan dijalankan secara professional, seperti saat ini, dengan dimanfaatkannya Teknologi Informasi dan Komuniksi, khususnya computer dan internet dirasa sangat membantu dalam kegiatan pembelajaran.
Melalui pemanfaatan teknologi pendidikan kita dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, yaitu dengan cara membuka lebar-lebar terhadap akses ilmu pengetahuan dan penyelenggaraan pendidikan bermutu. Terutama penerapan high tech dan high touch approach. System teknologi informasi dalam pendidikan memberi jangkauan yang luas, cepat, efektif, dan efisien terhadap penyebarluasan informasi ke berbagai penjuru dunia. Teknologi informasi berkembang sejalan dengan perkembangan teori komunikasi dan teknologi yang menunjang terhadap praktek kegiatam pembelajaran.
Untuk menunjang proses pembelajaran yang efektif maka teknologi pendidikan sangat diperlukan karena dalam prakteknya teknologi pendidikan mempunyai andil yang besar dalam dunia pembelajaran modern, berkaitan dengan hal diatas prinsip yang melandasi teknologi pendidikan dalam proses pembelajaran sekurang – kurangnya  ada 5 yaitu :
a.   Teknologi pendidikan sebagai usaha memperoleh tingkah laku
b.   Hasil belajar siswa ditandai dengan perubahan tingkah laku secara keseluruhan
c.   Pembelajaran merupakan suatu proses
d.   Proses pembelajaran terjadi karena adanya suatu dorongan dan tujuan yang akan dicapai
e.   Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman
Dari uraian diatas maka dalam pembelajaran yang baik dalam konteks teknologi pendidikan, media atau alat pembelajaran memiliki nilai manfaat bagi guru maupun murid karena cukup efektif dan efisien dalam upaya pencapaian kompetensi yang diharapkan. Media atau alat-alat pembelajaran tersebut seperti radio, televisi, laptop, internet, LCD dan lainnya baik yang bersifat sederhana maupun modern sangat membantu keefektifan proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis teknologi pendidikan akan berjalan sangat efektif jika guru menerapkan model pembelajaran berpusat pada siswa (student centered).
Dalam proses / konsep teknologi pendidikan, tugas media atau alat bukan hanya sekedar mengkomunikasikan hubungan antara sumber (pengajar) dan sipenerima (si anak didik), namun lebih dari itu merupakan bagian yang integral dan saling mempunyai keterkaitan antara komponen yang satu dengan yang lainnya, saling berinteraksi dan saling mempengaruhi.


D.   Think Rightly, Act Rightly and Live Rightly
Seorang guru memiliki seperangkat peran dan tugas yang tidak hanya bertujuan untuk mengajar, membimbing, dan melatih siswa, tetapi juga menjadi teladan dalam kebaikan. Seorang guru tidak akan dapat melakukan bimbingan dan arahan yang diperlukan terhadap siswa jika diri yang bersangkutan tidak atau kurang memahami secara baik mengenai segenap hal yang berhubungan dengan pembelajaran. Memang beban tugas seorang guru cukup berat dengan seperangkat peran yang diharapkan dapat diwujudkan sesuai dengan kedudukannya itu, karena keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, ditentukan pula oleh kemampuan guru dalam menjalankan peran dan tugas pokoknya.
            Tugas seorang guru jika diresapi dengan hati nurani ia memiliki kemuliaan sendiri jika dibandingkan dengan profesi yang lain, namun banyak sekali guru-guru di sekolah merasakan bahwa peran dan tanggung jawabnya hanya terkesan biasa saja. Berdasarkan hal itu perlu dalam diri seorang guru itu The Spirit of Goodnes yang berisikan Think Rightly, Act Rightly and Live Rightly.
Think Rightly mengandung makna bahwa apa yang dipikirkan oleh seorang guru harus menuju pada esensi kebenaran, tidak semua manusia mampu berfikir dengan benar, karena think rightly diperlukan proses pembelajaran yang matang dengan analisis yang tajam, namun bukan berarti Think Rightly sulit untuk diaplikasikan. Jika seorang guru dalam suatu satuan sekolah sudah menunjukkan cara berfikir yang benar, maka penerapan kepada peserta didik adalah suatu proyek masa depan yang dapat mewujudkan generasi yang Indonesiawi.
            Act Rightly mengandung makna apa yang dilakukan seorang guru kepada siswa haruslah mengandung kebenaran yang sesungguhnya, oleh karena itu guru merupakan tauladan bagi orang-orang yang dibinanya, jika contoh yang diberikan jauh dari nilai-nilai kebenaran, maka wajar saja orang lain mencontoh dengan tidak benar pula. Dengan demikian pendidikan yang kita berikan kepada peserta didik dapat menuju Act Rightly sejati. Peserta didik akan dapat menghilanhkan kebiasaan-kebiasaan yang buruk melalui proses pembelajaran misalnya kebiasaan mencontek, tidak hormat dengan guru, pergaulan bebas, tidak sadar berterimaksaih, tidak sadar balas budi dan sebagainya. Jikalau demikian maka tujuan pendidikan nasional dapat diwujudkan dengan baik.
            Life Rightly mengandung makna bahwa jika think rightly dan act rightly sudah dapat diaplikasikan oleh seorang guru, maka langkah terakhir adalah menjalankan hidup dengan benar. Muara dari The Spirit of Goodnes adalah menjalankan kehidupan ini dengan benar, jika ia seorang muslim maka landasannya tentu Alquran dan Sunnah Rasul. Tidak semua siswa mampu menjalankan kehidupan dengan baik, inilah salah satu tugas guru memberikan makna dan menjalankan kehidupan ini dengan benar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yakni untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara.
            Think Rightly, Act Rightly and Live Rightly tidak dapat dipisahkan satu sama lain, ia adalah satu kesatuan yang utuh, jika ada satu yang hilang, maka akan memudarkan The Spirit og Goodnes. Untuk mewujudkan makna pembelajaran yang bermakna dalam materi dan proses pembelajarannya harus selalu mengandung The Spirit og Goodnes dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan, sehingga fenomena-fenomena negatif dalam pendidikan itu tidak terjadi lagi, terutama fenomena membolos di kalangan siswa.


E.   PENUTUP
Prilaku membolos merupakan suatu bentuk kenakalan remaja yang terjadi pada masa pertumbuhan mereka. Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mempunyai arti yang khusus dan terbatas pada suatu masa tertentu yaitu masa remaja sekitar umur 13-21 tahun. Pemuda adalah aset bangsa, merekalah generasi-generasi penerus yang akan mengenggam kayu estafet kemajuan bangsa ini. Untuk itulah mestinya para guru melakukan sebuah refleksi tentang fenomena bolos tersebut. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya minat belajar siswa disebabkan kegiatan didalam kelas membosankan, sehingga beranggapan kehidupan di luar sekolah lebih menyenangkan.
Belajar dengan cara menyenangkan bagi siswa, kurang mendapatkan perhatian para pendidik. Sebagian besar guru mengajar dengan metode ceramah dan “menjejali” anak dengan materi pelajaran untuk mengejar target kurikulum. Akibatnya minat belajar peserta didik menjadi menurun dan tidak sedikit yang tidak mau mengikuti pembelajaran di kelas atau membolos. Sebaiknya para tenaga pendidik mulai berbenah diri agar beberapa kompetensi guru profesional dimiliki sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pembelajaran dan mempersempit terjadinya perilaku siswa yang menyimpang. Untuk itu berbagai upaya hendaknya dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dikelas. Guru hendaknya terus inovatif dengan perubahan-perubahan yang ada, terutama dalam metode pembelajaran, tidak monoton dengan metode yang itu-itu saja.
Salah satunya upaya yang dapat dilakukan guru adalah penerapan Hi Touch & Hi Tech di dalam pembelajaran. Proses pembelajaran yang bermuatan karakter diselenggarakan dengan menegakkan dua pilar, yaitu pilar kewibawaan yang bernuansa sentuhan tingkat tinggi (high touch) oleh pendidik terhadap peserta didik dan pilar kewiyataan yang berisi kegiatan operasioanl pembelajaran berteknologi tinggi (high tech) dalam dinamika yang aktif, dinamis dan menggairahkan. Dengan mendalami teknologi pendidikan, guru dapat meningkatkan profesinya sebagai guru dan meningkatkan keguruan menjadi suatu profesi dalam arti yang sebenarnya. Setelah mendalami diharapkan guru mampu menerapkannya dalam pembelajaran karena memiliki nilai yang sangat penting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar